Adrian ; Menyetir dari Morowali
ke Jabar Demi Bertemu KDM
Pesona Dedi Mulyadi mulai menyihir orang-orang Sulawesi. Setelah 100 hari jadi Gubernur di Jawa Barat, konten media sosialnya tak hanya menyasar warga Tatar Pasundan, tapi melintasi Pulau Jawa dan mengedar hingga di Pulau Celebes. Kebijakannya boleh jadi kontroversi, tapi popularitas telah direngkuh lelaki berjuluk KDM itu. Simpul-simpul orang yang menyukainya perlahan terbentuk. Viralitas membuatnya jadi idola baru. Atraksinya di tiktok, tak hanya bikin anak-anak ciut nyali, tapi memukau orang dewasa.
Namanya, Adrian Birallino. Ia telah hidup selama 46 tahun di Sulawesi Tengah. Ada banyak pesohor negeri ini sudah ia saksikan di layar kaca, termasuk di display Ponselnya. Tapi tak sekalipun membuatnya tercengang. Lalu saat KDM wara-wari di fyp gadgetnya, ia seketika jatuh cinta. Ia lantas membangun mimpi, ingin bertemu sang idola, seorang gubernur di Bumi Parahyangan, ribuan kilometer dari tempatnya bermukim. Baginya, itulah sosok pemimpin yang “benar”.
Ia seorang sopir angkutan antar provinsi. Trayeknya, dari Sulawesi Tengah ke Sulawesi Tenggara. 300 kilometeran, dengan waktu tempuh 8 sampai 9 jam. Saban hari, ia sisihkan sisa pembelian bahan bakar, mengurangi jatah rokoknya, memilih makan di kantin sederhana. Ia mau menabung. Tekadnya, menemui KDM. Tiga bulan ia merawat mimpinya itu, hingga kemudian ia memulai petualangan tak lazim. Demi sang idola.
Entah bagaimana Adrian mengalkulasi kebutuhan perjalananya agar bisa bertemu KDM, tapi ia nekat berangkat dengan modal Rp12 juta di tangan. Bukan sendiri, tapi diajaknya istri dan anaknya. Gongnya, ia memilih menyetir. Mobilnya, Toyota Calya orange. DT 1405 JA. Ini plat Sulawesi Tenggara (Sultra). Biar menarik perhatian, Adrian mengubah wajah kendaraanya, dengan aneka tulisan dari cat semprot.
Di kaca depan, ia tulisi Go To KDM. Lalu di belakang, ditulisnya KDM. Kapital. Di bawah plat, ia cetak tujuh huruf “SULTENG”. Tak hanya itu, di sisi kanan body mobilnya, ada tulisan FANS KDM. Putih, dan sangat menyolok. Semua orang pasti memerhatikan mobil ini jika melintas di jalur. Jumat, 16 Mei subuh, dua pekan lalu ia memulai perjalanannya. Bertemu KDM.
Tak ada sanak saudaranya di Jawa Barat, semua hanya nekat dan niat saja. Pagi hari, ia dari kampungnya, Korololama di Morowali Utara, lanjut ke Poso, di Sulawesi Tengah. Lalu masuk Palopo, Pare-pare dan finish di Makassar. 24 jam perjalanan, hampir 900 kilometer. Adrian tak punya cukup informasi hingga terpaksa luntang-lantung dua hari di Makassar. Ferry baru membuang sauh, dua hari setelah ia tiba di Kota Daeng.
Dari Makassar, Cayla itu masuk fery Dharma Lautan Utama, Minggu malam. Tujuannya Surabaya. Harga tiketnya, 5 juta. Perjalanan dua malam. Modal Adrian menipis, tapi tekadnya tak surut. Rabu pagi, mereka tiba di Surabaya. Dari kota pahlawan, Adrian berkendara ke Jawa Barat. Tapi ia tak tahu seperti apa semesta memperjalankannya agar nanti bertemu KDM.
Di benaknya, cukuplah ia sampai ke Tanah Pasundan, berputar-putar dengan plat Sultra, mengenalkan ke warga KDM bahwa ada orang Sulawesi yang mengidolakan gubernur mereka. Itu sudah cukup. Adrian tahu, pasti ada yang akan merekam “kegilaannya” nanti. KDM sehari-hari di kediamannya di Subang. Adrian pun memilih kota itu jadi tujuan.
Bukan di hotel ia mengajak istri dan anaknya menginap. Mobilnya ia parkir di sebuah kawasan bernama Lembur Pakuan, di tepi jalan. Sehari-hari, ia mengandalkan perbekalan yang dibawanya dari Morowali. Kompor dan tabung gas ia bawa. Sejak Jumat, pekan lalu ia sudah berputar-putar di Subang, hingga akhirnya kabar itu sampai ke telinga KDM. Ada orang Sulawesi yang jauh-jauh mencarinya.
Senin, awal pekan ini, KDM benar-benar menemui Adrian dan Sari. Betapa buncah bahagia sang sopir. Penantiannya selama tiga hari, mengandalkan mie instan di tepi jalan, akhirnya terbayar. Di sebuah restoran, di antara pohon-pohon pinus di Subang, KDM datang. Berkaos putih, dengan topi putih. Bertalu-talu hati Adrian. Bersimpul-simpul senyum di bibirnya. Setengah jam mereka ngobrol.
Adrian, barangkali hanya satu dari ribuan orang biasa yang mengenal dan menyukai KDM, dari perspektif media sosial. Lelaki itu abai terhadap segala kecurigaan orang soal aksi-aksi KDM. Yang Adrian tahu, KDM adalah pemimpin istimewa, dan kelak layak jadi pemimpin negeri ini. Padahal, Sulawesi Tengah punya gubernur yang tak kalah luar biasa. Namanya Anwar Hafid. Ia malah sekampung dengan Adrian, dari Morowali. Mungkin tiktok Anwar Hafid jarang melintas di FYP Adrian.
Kang Dedi Mulyadi alias KDM, punya jutaan penggemar. Gubernur Jawa Barat bisa dibilang tampil sebagai pemimpin populis. Keputusannya diambil dengan cepat dan mengejutkan banyak orang. Pemimpin yang populis pun cepat mendulang popularitas. Kebijakannya jadi perbincangan nasional, hingga ke kedai-kedai kopi di Sulawesi, seperti kata Adrian.
Adrian kini dalam perjalanan pulang ke Sulawesi, membawa kenangan. Dua malam ia diinapkan KDM di sebuah hotel bintang 4 di Banding. Ia, seorang sopir travel lintas provinsi, akhirnya bisa duduk semeja, menikmati kopi hitam dan sepiring nasi goreng bersama idolanya. Kelak, bila nanti KDM menjadi sesuatu yang lebih besar dari sekadar gubernur, maka Adrian, sopir pertama di Trans Sulawesi adalah orang pertama yang menepuk dadanya.
“Sudah mi saya ngopi sama KDM”. (Abdi Mahatma)